Dalam beberapa tahun terakhir, dunia pendidikan menghadapi tantangan besar: bagaimana menyiapkan siswa menghadapi masa depan yang belum pasti, di tengah laju teknologi yang kian cepat? Jawaban yang makin jelas terlihat adalah memasukkan koding dan kecerdasan artifisial (AI) sebagai bagian penting dari pembelajaran di sekolah.
Namun, pertanyaannya: apakah kita sudah cukup serius menanggapinya?
Koding Bukan Sekadar Tren, Tapi Kebutuhan Literasi Baru
Menurut laporan World Economic Forum (2023), lebih dari 75% pekerjaan masa depan akan memerlukan pemahaman teknologi dan keterampilan digital, termasuk pemrograman dasar. Negara-negara seperti Inggris dan Estonia bahkan sudah mewajibkan koding sejak sekolah dasar. Di Indonesia, meskipun beberapa sekolah mulai menerapkannya secara mandiri, belum ada kebijakan nasional yang mewajibkan koding sebagai bagian kurikulum inti.
Padahal, belajar koding tidak hanya tentang menyiapkan siswa menjadi programmer, melainkan melatih cara berpikir logis, sistematis, dan kreatif. Penelitian dari MIT Media Lab menunjukkan bahwa anak-anak yang belajar koding sejak dini lebih unggul dalam kemampuan problem solving dan berpikir komputasional — dua keterampilan penting dalam kehidupan modern.
AI: Dari Sekadar Istilah Populer Menjadi Alat Bantu Belajar
Kecerdasan artifisial sering dianggap sebagai teknologi masa depan. Faktanya, AI sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari: dari rekomendasi video di YouTube, fitur terjemahan otomatis, hingga chatbot yang membantu belajar. McKinsey Global Institute memperkirakan bahwa pada tahun 2030, AI dapat meningkatkan produktivitas sektor pendidikan hingga 30% melalui personalisasi pembelajaran.
Sayangnya, sebagian besar siswa (dan guru) di Indonesia belum memahami bagaimana AI bekerja, apalagi bagaimana memanfaatkannya secara etis dan cerdas. Ini berisiko menempatkan generasi muda kita sebagai pengguna pasif teknologi, bukan pencipta atau pengambil keputusan dalam perkembangannya.
Tantangan Nyata, Tapi Peluang Lebih Besar
Memang tidak semua sekolah di Indonesia memiliki akses internet atau fasilitas komputer yang memadai. Data Kemendikbudristek tahun 2023 menunjukkan bahwa sekitar 42% sekolah di daerah tertinggal masih belum memiliki akses internet stabil, dan pelatihan guru terkait teknologi digital masih sangat terbatas.
Namun bukan berarti kita harus menunggu semuanya sempurna. Justru dengan kebijakan inklusif, kerja sama lintas sektor, dan pemanfaatan solusi teknologi berbasis komunitas (seperti kelas daring, platform open-source, atau pembelajaran berbasis proyek sederhana), perubahan bisa dimulai dari mana saja.
Saatnya Bergerak Maju
Jika kita ingin generasi muda Indonesia mampu bersaing di dunia global, maka koding dan AI bukan lagi materi pilihan — melainkan kebutuhan mendesak. Dengan mengajarkannya di sekolah sejak dini, kita tidak hanya mempersiapkan anak-anak menghadapi masa depan, tetapi juga memberi mereka alat untuk menciptakan masa depan itu sendiri.
Pendidikan seharusnya bukan hanya tempat menyimpan pengetahuan masa lalu, tapi juga ruang untuk melatih masa depan. Dan masa depan itu jelas: berbasis teknologi, penuh disrupsi, dan memerlukan kecerdasan buatan — yang diimbangi dengan kecerdasan manusiawi.